LIVE IN PEMUDA ANTAR IMAN
Lembaga Pengembangan Keagamaan dan Kemasyarakatan (LPK2) sebuah lembaga semi otonom Fakultas Ushuluddin mengadakan live-in bagi para pemuda dari berbagai kalangan dan latar belakang agama yang berbeda. Sekitar 30 orang mengikuti live-in sejak 23 Juni sampai dengan 25 Juni. Kegiatan yang dilaksanakan di gedung pertemuan fakultas Ushuluddin ini dihadiri oleh 2 narasumber inti, yakni Prof. Dr. H. Amin Syukur, M.A. (guru besar filsafat fakultas Ushuluddin) dan Izzak Lattu, M.A. (dosen fakultas Teologi UKSW Salatiga).
Acara yang dibuka oleh Rektor IAIN Walisongo ini bertujuan agar generasi muda mampu memahami perbedaan-perbedaan yang ada secara bijaksana, memiliki sikap inklusif dan toleran dalam beragama, dapat memenej konflik-konflik terutama yang terjadi di komunitas sendiri. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan LPK2 yang mana fenomena kebersamaan di kalangan kita masih bernuansa kaku dan terjadi konflik disana sini. Sehingga kita harus bisa menanamkan sikap bijaksana terutama dengan keberagaman agama yang terdapat di negeri ini, demikian seperti yang disampaikan oleh Drs. Nasihun Amin, M.Ag. Direktur LPK2. Semua peserta akan diajak untuk melihat realitas kegiatan yang dilakukan oleh komunitas-komunitas agama. Tempat-tempat yang akan dituju yakni, al-Itqan, Gereja Isa al-Masih, Vihara Watugong dan lain-lain.
Menurut Dekan Fakultas Ushuluddin Drs. H. Ridin Sofwan, M.Pd. bahwa live-in kalau dikaitkan dengan penelitian menunjukkan arti bahwa seseorang yang melakukan kajian atau penelitian terlibat langsung dan hidup bersama dengan obyek penelitian. Sehingga dengan live-in ini seluruh peserta bisa mengikuti dan melihat langsung kegiatan yang dilakukan oleh komunitas agama tertentu, kata Ridin Sofwan. Menurutnya agama memiliki fungsi sosial, di satu sisi dapat mempersatukan dan di sisi lain memicu konflik. Untuk itu perlu menumbuhkan iklim hubungan antar umat beragama, tambahnya.
Acara yang dibuka oleh Rektor IAIN Walisongo ini bertujuan agar generasi muda mampu memahami perbedaan-perbedaan yang ada secara bijaksana, memiliki sikap inklusif dan toleran dalam beragama, dapat memenej konflik-konflik terutama yang terjadi di komunitas sendiri. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan LPK2 yang mana fenomena kebersamaan di kalangan kita masih bernuansa kaku dan terjadi konflik disana sini. Sehingga kita harus bisa menanamkan sikap bijaksana terutama dengan keberagaman agama yang terdapat di negeri ini, demikian seperti yang disampaikan oleh Drs. Nasihun Amin, M.Ag. Direktur LPK2. Semua peserta akan diajak untuk melihat realitas kegiatan yang dilakukan oleh komunitas-komunitas agama. Tempat-tempat yang akan dituju yakni, al-Itqan, Gereja Isa al-Masih, Vihara Watugong dan lain-lain.
Menurut Dekan Fakultas Ushuluddin Drs. H. Ridin Sofwan, M.Pd. bahwa live-in kalau dikaitkan dengan penelitian menunjukkan arti bahwa seseorang yang melakukan kajian atau penelitian terlibat langsung dan hidup bersama dengan obyek penelitian. Sehingga dengan live-in ini seluruh peserta bisa mengikuti dan melihat langsung kegiatan yang dilakukan oleh komunitas agama tertentu, kata Ridin Sofwan. Menurutnya agama memiliki fungsi sosial, di satu sisi dapat mempersatukan dan di sisi lain memicu konflik. Untuk itu perlu menumbuhkan iklim hubungan antar umat beragama, tambahnya.
Sementara itu dalam membuka acara sekaligus sebagai keynote speech Rektor IAIN Walisongo memberikan apresiasi kepada Fakultas Ushuluddin terutama LPK2 yang menyelenggarakan kegiatan live-in bagi para pemuda antar agama. Kegiatan ini sangat bermakna, karena negara kita, negara archipelago (negara kepulauan) tidak hanya multi-etnis, multi-kultur melainkan juga multi-agama. Tiada kata yang lebih rumit kecuali agama. Matematika yang menurut sebagian orang rumit masih kalah dengan kerumitan agama. Jika rumus matematika ditemukan maka kerumitan akan terselesaikan, sementara agama tidak semudah itu. Hal ini, katanya, agama sangat berbeda dengan matematika. Dalam agama banyak definisi sesuai dengan sudut pandang dan perspektif orang, sehingga satu dengan yang lain belum pasti sama.
Agama menjadi sumber malapetaka bagi mereka yang menjadi korban akibat pemahaman agama yang tidak universal. Agama memiliki unity force atau menyatukan kekuatan. Karena didalamnya terdapat pembenaran agama untuk melakukan perbuatan dan tindakan. Konflik Ambon, Poso dan lain-lain harus disikapi dengan arif dan bijaksana agar tidak terjadi di daerah-daerah lain, imbuhnya. Selanjutnya secara resmi acara dibuka.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home