KEMBALILAH KEPADA AL-QUR'AN!
Selasa (10/10) IAIN Walisongo menyelenggarakan peringatan Nuzul al-Qur'an 1427 H di Auditorium I dengan pembicara Prof. Dr. H.M. Muchojjar HS, M.A. Acara ini terselenggara kerjasama dengan BAI (Badan Amalan Islam) IAIN Walisongo. "Marilah kita senantiasa merujuk al-Qur'an sebagai pedoman hidup kita sehari-hari, sehingga tidak tersesat", kata Drs. H.M. Nafis, M.A. saat memberi sambutan atas nama pimpinan IAIN. Ucapan terima kasih disampaikan kepada segenap keluarga besar IAIN yang hadir dalam peringatan Nuzul al-Qur'an.
Selanjutnya dalam memaparkan hikmah Nuzul al-Qur'an Muchojjar menyampaikan arti penting al-Qur'an yang tidak hanya sebagai bacaan mulia saja, melainkan ada beberapa I'tibar dan perumpamaan yang berhubungan baik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun hal-hal yang bersifat kemanusiaan dan kealaman. Profesor ilmu tafsir ini mencontohkan beberapa kisah kehidupan yang diterapkan dalam kehidupan nyata. Adalah Lukman Hakim, seorang negro (baca: rambut ikal, kulit hitam legam, gigi besar, hidung lebar) tukang kayu (najjar) karena ahli hikmah ia diawetkan dalam al-Qur'an. Pernah suatu ketika ia disuruh oleh seorang Raja untuk menyembelih seekor domba, kemudian disuruh mengambil daging yang paling baik dan sekaligus paling jelek. Ia mengambil dua potong daging, yakni lidah dan hati. Lalu muncul pertanyaan mengapa engkau ambil daging yang paling baik dan jelek sama, yakni lidah dan hati? Lukman Hakim menjawab bahwa lidah dan hati adalah dua hal yang tak bias dipisahkan. Kalau hati bersih maka lidah akan berkata bersih. Demikian pula sebaliknya, kalau hatinya jelek maka keluaran dari lidahpun jelek.
Sebenarnya Lukman Hakim mengambil daging tersebut sebagai perumpamaan saja. Artinya ia melihat jauh kedepan tentang arti sebuah kehidupan. Yang menjadi sasaran bagi al-Qur'an adalah hati, karena itu wahyu pertama yang turun langsung masuk ke dalam hati.
Lalu bagaimana agar hati kita bersih? Dosen yang lahir di Tangerang ini menjelaskan bahwa persyaratan utama agar hati kita bersih adalah dalam memilih, memasukan makanan harus baik dan halal. Baik prosesnya, perolehannya maupun cara mendapatkannya. Untuk itu kita tidak boleh melakukan korupsi karena hasil dari korupsi tersebut akan mengalir dalam darah kita, sehingga kita memakan barang yang tidak halal. Ini salah satu penyebab kotornya hati. Idza akala al-abdu halalan arba'ina yauman nawwara qalbahhu, jika seorang hamba dalam waktu 40 hari makan barang yang halal maka hatinya akan bercahaya. Dalam kesempatan reformasi dekan dan rektor maka ketika memilih pemimpin harus dengan hati yang bersih, imbuhnya sambil disambut dengan tepuk tangan audiens. Jadi jangan sampai kita terjebak dengan inna al-abda idza adznaba waqa'a fi qalbihi nuqthatan sawda', sesungguhnya jika seorang hamba berbuat dosa maka dalam hatinya terdapat titik hitam. Untuk itu jangan dikotori hati kita, tegasnya.Terakhir ia menyampaikan agar kita selalu kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah. Al-Qur'an sebagai bacaan mulia harus menjadi teman dan sahabat dimanapun kita berada. Kebijakan, keputusan dan tindakan harus didasarkan kepada al-Qur'an dan al-Sunnah.
Selanjutnya dalam memaparkan hikmah Nuzul al-Qur'an Muchojjar menyampaikan arti penting al-Qur'an yang tidak hanya sebagai bacaan mulia saja, melainkan ada beberapa I'tibar dan perumpamaan yang berhubungan baik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun hal-hal yang bersifat kemanusiaan dan kealaman. Profesor ilmu tafsir ini mencontohkan beberapa kisah kehidupan yang diterapkan dalam kehidupan nyata. Adalah Lukman Hakim, seorang negro (baca: rambut ikal, kulit hitam legam, gigi besar, hidung lebar) tukang kayu (najjar) karena ahli hikmah ia diawetkan dalam al-Qur'an. Pernah suatu ketika ia disuruh oleh seorang Raja untuk menyembelih seekor domba, kemudian disuruh mengambil daging yang paling baik dan sekaligus paling jelek. Ia mengambil dua potong daging, yakni lidah dan hati. Lalu muncul pertanyaan mengapa engkau ambil daging yang paling baik dan jelek sama, yakni lidah dan hati? Lukman Hakim menjawab bahwa lidah dan hati adalah dua hal yang tak bias dipisahkan. Kalau hati bersih maka lidah akan berkata bersih. Demikian pula sebaliknya, kalau hatinya jelek maka keluaran dari lidahpun jelek.
Sebenarnya Lukman Hakim mengambil daging tersebut sebagai perumpamaan saja. Artinya ia melihat jauh kedepan tentang arti sebuah kehidupan. Yang menjadi sasaran bagi al-Qur'an adalah hati, karena itu wahyu pertama yang turun langsung masuk ke dalam hati.
Lalu bagaimana agar hati kita bersih? Dosen yang lahir di Tangerang ini menjelaskan bahwa persyaratan utama agar hati kita bersih adalah dalam memilih, memasukan makanan harus baik dan halal. Baik prosesnya, perolehannya maupun cara mendapatkannya. Untuk itu kita tidak boleh melakukan korupsi karena hasil dari korupsi tersebut akan mengalir dalam darah kita, sehingga kita memakan barang yang tidak halal. Ini salah satu penyebab kotornya hati. Idza akala al-abdu halalan arba'ina yauman nawwara qalbahhu, jika seorang hamba dalam waktu 40 hari makan barang yang halal maka hatinya akan bercahaya. Dalam kesempatan reformasi dekan dan rektor maka ketika memilih pemimpin harus dengan hati yang bersih, imbuhnya sambil disambut dengan tepuk tangan audiens. Jadi jangan sampai kita terjebak dengan inna al-abda idza adznaba waqa'a fi qalbihi nuqthatan sawda', sesungguhnya jika seorang hamba berbuat dosa maka dalam hatinya terdapat titik hitam. Untuk itu jangan dikotori hati kita, tegasnya.Terakhir ia menyampaikan agar kita selalu kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah. Al-Qur'an sebagai bacaan mulia harus menjadi teman dan sahabat dimanapun kita berada. Kebijakan, keputusan dan tindakan harus didasarkan kepada al-Qur'an dan al-Sunnah.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home