Friday, March 16, 2007

SEMINAR INTERNASIONAL: ISLAM ASIA TENGGARA DAN ASIA TIMUR


HUMASWALISONGO. Selasa (13/3) IAIN Walisongo bekerjasama dengan Universitas Nagoya Jepang menyelenggarakan seminar internasional dengan tema "Penguatan Kerjasama Jepang Indonesia untuk Studi Islam Asia Timur dan Asia Tenggara" selama satu hari. Narasumber dalam seminar tersebut dari unsur akademisi yang berkompeten di bidangnya. Prof. NISHINO Setsuo mengambil tema "Perkembangan Pendidikan Islam dan Kajian Asia Tenggara". Profesor yang pernah melakukan penelitian di ponpes Krapyak dan Gontor ini menceritakan tentang Islam di Asia Tenggara dengan mengambil sampel di Indonesia terutama dengan kondisi dua ponpes tersebut. Menurutnya perlu dilakukan reformasi pendidikan dalam sistem pendidikan pesantren.
Sementara sejarahwan dari UNDIP Prof. A.M. Djuliati Suroyo menyebutkan bahwa Asia Tenggara adalah kawasan yang unik, meminjam istilah Anthony Reid "lands below the winds" (negeri bawah angin). Dari segi geografi, iklim, rumpun bahasa lebih mirip, namun perbedaan yang mencolok adalah "great tradition" yang sangat beragam. Ia sebagai kawasan yang pluralistik, baik agama maupun budaya. Yang menarik penulis-penulis sejarah Asia Tenggara hampir tidak menulis perkembangan Islam di Asia Tenggara, kecuali di Indonesia, sedikit di Malaysia, yang mana cenderung menulis sejarah politik. Tentang kemenangan dan keunggulan kerajaan, atau kegagalannya.
Sedangkan pembicara dari Nagoya Prof. MINA Hattori memberikan ulasan "Potensi Perspektif Antropologi dalam Kajian Islam di Asia Timur dan Asia Tenggara". Ia melihat kawasan itu dengan metodologi kategorisasi wilayah; yakni daratan, kepulauan dan identitas agama. Menurutnya, daratan lebih cenderung memeluk agama Budha, dengan naegara seperti: Myanmar, Thailand, Cambodia, Laos. Sedangkan kepulauan lebih banyak beragama Islam, seperti: Indonesia, Malaysia, Brunei, Philipina Selatan.
Sementara Prof. Rosnani Hashim dari Universitas Islam Antarabangsa Malaysia dan Prof. Abdul Djamil lebih berbicara tentang yang pertama studi kasus di Malaysia dan ke-Malaysia-an dan yang disebut kedua komparasi ke-Indonesia-an terutama kajian Keislaman di Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti IAIN. Seminar ini berjalan cukup hidup karena setelah para pembicara selesai menyampaikan makalahnya, banyak yang menanggapi dan menyanggah.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home