Monday, April 16, 2007

"NAGABONAR" KE IAIN

Dari kanan: Rektor IAIN, Deddy Mizwar dan Dekan Fak. Dakwah

Suasana Talk Show di Aula I IAIN Walisongo

HUMASWALISONGO. Jum'at (13/04) H. Deddy Mizwar aktor terkenal dari Jakarta, yang berperan dan terkenal lewat film Nagabonar, berkunjung ke IAIN Walisongo dalam rangka Talk Show Perfilman Indonesia. Hadir dalam acara itu Rektor, Para Dekan dan pejabat serta pimpinan IAIN Walisongo yang lain. Kegiatan talk show ini diprakarsai oleh Fakultas Dakwah program studi KPI (Kominkasi Penyiaran Islam), yang berorientasi pada pengembangan potensi dan kemampuan mahasiswa dalam dunia jurnalistik, baik cetak maupun televisi. Di jurusan KPI ini mahasiswa mendapat teori-teori tentang production house, percetakan, publikasi yang tentunya juga pendalaman materi keagamaan. Sehingga ada korelasi kalau KPI mengundang tokoh film nasional sekelas Deddy Mizwar.
Dekan Fakultas Dakwah selaku ketua panitia penyelenggara talk show bersama dengan Deddy Mizwar ini menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Deddy Mizwar yang berkenan hadir dalam pertemuan tersebut. Ia berharap selain mahasiswa mendapatkan cakrawala baru dialog tersebut juga mendapatkan informasi baru tentang perfilman nasional, mulai dari proses pembuatan, editing sampai pada memasarkan film tersebut. Untuk itu para mahasiswa sebaiknya belajar kepada Deddy Mizwar yang sudah melalangbuana di dunia film baik teori maupun praktek. Bahkan yang lebih penting menulis skenario. Demikian seperti yang disampaikan Drs. HM. Zein Yusuf, M.M. yang penuh semangat saat menyambut kedatangan H. Romli (Deddy Mizwar dalam film Kiamat Sudah Dekat) di Aula I IAIN Walisongo.

Sementara itu Rektor IAIN Walisongo menyampaikan kebanggaan tersendiri atas kedatangan H. Husein (Deddy Mizwar dalam film Lorong Waktu) yang hadir dalam talk show kali ini. Banyak film dan sinetron di Indonesia yang masih diwarnai oleh suasana yang monoton. Padahal fungsi film harus memuat tiga hal, pertama, fungsi pendidikan. Produksi film kita masih belum memuat prosentase pendidikan. Masih berkutat pada aspek fiksi yang kadang tidak ilmiah atau masuk akal.

Kedua, berfungsi sebagai informasi. Dalam menyampaikan informasi, film harus merujuk pada sumber-sumber informasi yang valid dan dipercaya. Jangan sampai memberikan informasi yang tidak valid, karena ini akan menimbulkan keresahan masyarakat. Sedangkan fungsi yang ketiga adalah sebagai hiburan. Fungsi ini kadang lebih mendominasi dibanding dengan fungsi lain. Orientasi ini karena produser film cenderung ingin mendapatkan keuntungan material belaka ketimbang mengedepankan aspek idealisme yang menjunjung tinggi tujuan pendidikan, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam kesempatan ini Rektor berharap pertemuan dengan Deddy mizwar dapat bermanfaat terutama aspek-aspek film tadi masih dijunjung tinggi oleh insan film, lebih khusus Deddy harus menyukseskan misi ini, tegasnya sambil melirik Deddy Mizwar.

Menurut Deddy Mizwar apa yang disampaikan oleh Dekan dan Rektor benar adanya. Sebagian besar film dan sinetron kita masih belum menampakkan ciri dan pola film Indonesia yang mengedepankan aspek moralitas dan agama. Padahal kita adalah bangsa yang beragama. Banyak sekali produksi film religi namun tidak menggunakan mekanisme atau aturan sebagaimana agama mengatur. Contohnya, pembuatan film religi, ada adegan berpelukan atau berciuman, padahal dalam kenyataan aktor dan aktris tersebut bukan muhrimnya. Walaupun tuntutan skenario atau yang lain harusnya kita bisa membuat alternatif agar tidak terjadi demikian. Performa film yang demikian menimbulkan keresahan para pemerhati film dan masyarakat luas. Indikasi ini muncul karena tuntutan masyarakat yang semakin cerdas. Hal ini belum semuanya dibaca oleh para pembuat dan pelaku film. Yang akhirnya mau tidak mau masyarakat dicekoki film dan sinetron yang tampil seperti sekarang ini.
Selama ini Deddy Mizwar masih konsisten dengan film-film berkarakter. Menurutnya kenapa ini masih dilakukan, karena ternyata apa yang dihadapi Nabi lebih berat dibanding dengan kita sekarang. Dulu Nabi memasarkan Allah mendapat tantangan yang sedemikian hebat dari para kafir quraisy. Sementara kita saat ini sebenarnya diberi kebebasan untuk melakukan dan berprestasi dalam pembuatan film yang mestinya tidak bertentangan dengan norma-norma masyarakat apalagi agama.

2 Comments:

Blogger Tufel N Musyadad said...

Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan sarana untuk meng-update informasi almamater kesayangan. "Naga Bonar Jadi Dua" memang menjadi salah satau film penyegar bagi masyarakat Indonesia yang haus dengan hiburan pendidikan dan nasionalisme. Semoga acara ini menjadi "milestones" bagi para sarjana IAIN (Dakwah khususnya) untuk lebih bisa kritis bersikap dan mampu mengintegrasikan ilmu nya di dunia nyata.

12:23 PM  
Blogger icaniko said...

waaah maksih blohnya bisa membantu aku....yhx bgt

11:53 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home